DEAR DEDY
Dear Dedy
Riskiyah Syah
“Aisyah ....” Aku memanggil dan mencari Aisyah. Tidak ada yang menjawab karena
tidak seorang pun ada di dalam kelas. Aku mencari ke perpustakaan, biasanya Aisyah
saat jam istirahat selalu ada di sana. Di perpustakaan pun tak ada. Ke mana kamu,
Aisyah, gumamku dalam hati.
“Apakah kamu melihat Aisyah?” tanyaku kepada Nindy.
“Aisyah ada di kantin, Bu,” kata Nindy.
“Oh, oke. Makasih, ya, Nindy.”
Aku pun melangkahkan kaki menuju kantin dengan agak tergesa-gesa karena aku
sudah ditunggu Bapak Kepala Sekolah di ruangannya.
Aku masih mencari anak yang sosoknya tinggi, putih, dan berperawakan Arab itu.
Namun, tidak juga kutemukan. Aku membelokkan badan berniat mencari Aisyah ke
kantin sebelah. Tiba-tiba Aisyah muncul di hadapanku.
“Ibu butuh sesuatu?” tanya Aisyah.
“Tidak, Aisyah. Ibu hanya ada perlunya sama kamu.”
“Iya, Bu,” jawab Aisyah singkat.
Aku ajak Aisyah ke kelasnya. Segera Aisyah mengikuti di belakangku. Sesampainya
di kelas, aku menjelaskan bahwa Aisyah akan kami ikutkan lomba baca puisi. Kenapa
harus Aisyah? Kok tidak yang lain? Sebab aku percaya bahwa Aisyah mampu melakukan
yang terbaik.
Aisyah setuju dengan menjawab iya dan berteriak girang. Aisyah senang sekali.
Dari raut wajahnya terpancar aura kebahagiaan. Aku segera ke kantor untuk
memberitahukan kepada kepala sekolah bahwa Aisyah setuju.
***
“Belum tentu kamu juara,” kata Dedy dengan nada kurang suka.
“Kok kamu bilang gitu, Ded?” Aisyah cemberut mendengar kalimat Dedy.
“Udah, Aisyah. Tak usah didengarkan.”
“Meski tidak juara, tak apa-apa. Yang penting kamu telah berusaha melakukan
yang terbaik,” lanjut Tina.
“Tapi aku yakin. Aisyah pasti juara,” kata Lufita. Memberikan semangat untuk
sahabatnya.
“Huh!” Dedy memanyunkan mulutnya tanda tak senang.
***
Aisyah siswa yang cerdas, pintar, santun, dan penyayang. Ia sangat menyayangi
teman-temannya sehingga banyak yang menyukainya. Namun, ada juga teman-teman
yang kurang suka dengan Aisyah.
Aisyah dan Dedy selalu berdebat, hal kecil pun selalu berubah menjadi besar.
Seperti kucing dengan tikus, tidak pernah akur. Hampir setiap hari ada saja yang
diperdebatkan. Dedy selalu mementahkan apa yang dikatakan oleh Aisyah saat
berpendapat. Pokoknya Aisyah selalu ditentang oleh Dedy.
Aisyah termasuk siswa yang cukup sabar. Ia selalu harus menahan amarah saat
Dedy berulang kali meledeknya. Aisyah memahami bahwa orang yang suka marah itu
temannya setan.
***
Aisyah membacakan ayat Al-Qur’an dengan suara yang sangat bagus. Ia sangat
fasih dalam membacanya. Ia sangat memperhatikan makharijul huruf maupun
tajwidnya. Maklum, sejak kecil Aisyah sudah diajarkan membaca Al-Qur’an yang baik
dan benar oleh Abi dan umminya. Alhamdulillah ia juga sudah menghafal beberapa juz
Al-Qur'an.
“Taawanu alal birri wattaqwa, wa laa taawanu alal ismi wal udwan. Itulah firman
Allah yang dibacakan Pak Ustad waktu itu,” kata Aisyah kepada sahabatnya, Tina.
“Apa artinya?” tanya Tina.
Aisyah menjelaskan kepada Tina bahwa kita sangat dianjurkan untuk saling
tolong-menolong.
“Pastinya tolong-menolongnya dalam kebaikan. Kalau tolong-menolong dalam
kebaikan, nanti kita dapat pahala loh. Sebaliknya, janganlah kita sekali-kali membantu
dalam kebatilan.” Aisyah mencoba menjelas apa yang ia dengar dari pak Ustad waktu
itu. Tiba-tiba Dedy mendekat.
“Makanya, Dedy. Kita harus tolong-menolong, bukan saling bermusuhan,” ucap
Aisyah.
“Kalau begitu, aku mohon, bantulah aku,” pinta Dedy.
“Kamu minta tolong apa? “ tanya Aisyah dengan serius.
“Sekarang, kan, penilaian tengah semester,” kata Dedy.
“Kenapa dengan PTS?” Aisyah mengerutkan keningnya.
“Kamu, kan, pinter, Aisyah.”
“Sungguh?” Aisyah tersenyum mendengar kalimat Dedy. Aisyah mengira Dedy
bercanda.
“Serius aku, Aisyah,” kata Dedy dengan penuh keyakinan.
“Cie ... cie ... mulai menyanjungku,” lanjut Aisyah sambil senyum-senyum. “Mimipi
apa kau semalam?” ledek Aisyah.
Dedy kali ini tak seperti biasanya. Kok aneh, batin Aisyah.
“Kamu minta bantuan apa, Ded?” tanya Aisyah.
“Aku minta bantuanmu, bersediakah? Biar kamu dapat pahala, Aisyah,” lanjut
Dedy.
Aisyah berpikir, kenapa tiba-tiba Dedy sepertinya baik padanya. Ada apa dengan
Dedy. Aisyah mengerutkan keningnya. Namun, Aisyah selalu berprasangka baik pada
Dedy, mungkin dia sudah berubah.
“Iya, ayo ngomong!” seru Aisyah.
“Bantu aku menjawab soal-soal untuk Matematika besok.”
Aisyah tertawa mendengarnya. “Untuk itu, maafkanlah aku. Aku tak bisa
membantumu.”
“Dasar kamu pelit!” kata Dedy dengan mata melotot.
“Makannya, belajar yang rajin, Ded,” lanjut Aisyah.
Dedy langsung pergi. Aisyah hanya menggeleng-gelengkan kepala menatap
kepergian Dedy.
***
Keesokan harinya. Lima belas menit sebelum pulang, seperti biasa aku selalu
membiasakan siswa menulis kalimat pengharapan. Kalimat pengharapan merupakan
kalimat yang mengandung makna pengharapan. Kalimat harapan adalah kalimat yang
menyatakan harapan atau kalimat yang mengungkapkan keinginan terjadinya sesuatu.
Dengan membiasakan siswa menulis kalimat pengharapan setiap hari, bisa
melatih keterampilan berbahasa yang baik, merangsang proses berpikir siswa,
mengasah kecerdasan siswa, dan juga siswa dapat mengungkapkan keinginan atau
harapannya yang selama ini hanya ada dalam benaknya.
Adapun bentuk kalimat pengharapan biasanya didahului oleh kata ungkapan
seperti: saya harap, saya berharap, mudah-mudahan, dan semoga. Aku rutin meminta
siswa menulis kalimat pengharapan di selembar kertas yang sudah disediakan di meja
guru. Setelah itu, aku persilakan siswa membacakan apa yang ia tulis hari ini. Kemudian
siswa menempelnya di pohon harapan yang terdapat di pojok kelas.
Aisyah mengacungkan tangan. Aku persilakan ia maju ke depan kelas.
Dear, Dedy.
Kamu adalah temanku yang baik, maafkanlah aku tak dapat membantumu. Sekali
lagi maafkanlah aku. Walau tanpa bantuanku, aku yakin kamu bisa. Aku harap kamu
belajar yang rajin. Semoga citamu terkabulkan.
Mendengar kalimat pengharapan yang ditulis dan dibacakan Aisyah untuknya,
Dedy merasa bersalah karena selama ini ia sudah berbuat yang tidak baik pada Aisyah,
sedangkan Aisyah tetap menganggap Dedy teman yang baik baginya.
Sepulang sekolah saat di perjalanan, Dedy menghampiri Aisyah.
“Aisyah ... maafkan aku,” ucap Dedy sambil menjulurkan tangannya.
“Sebelum kamu minta maaf, aku sudah maafkanmu.”
Aisyah dan Dedy pun bersalaman dengan binar dan senyum bahagia di wajah
mereka.
***
Posting Komentar untuk "DEAR DEDY"